Jumat, 29 Juni 2012

MONJALI

MONJALI - Sebuah Peninggalan Presiden Soeharto

Orang bilang bentuknya kerucut. Namun saya lebih suka menyebut bentuk Monjali mirip Tumpeng. Lokasi Monumen Yogya Kembali (Monjali) terletak di ring-road utara kota Yogyakarta, Jaraknya kurang lebih 5 Km dari pusat kota Jogjakarta. Monjali ini difungsikan sebagai museum yang menggabarkan sebuah perjuangan kemerdekaan indonesia. Karena merupakan museum sehingga banyak dikunjungi oleh para pelajar dalam acara darmawisata.


Monumen ini dibangun pada 29 Juni 1985 dengan upacara tradisional penanaman kepala kerbau dan peletakan batu pertama oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII. Monumen Jogja Kembali didalamnya terdapat museum yang terdiri dari 3 lantai yang dilengkapi perpusatakaan dan ruang serba guna. Pada lantai 1 terdapat benda-benda koleksi: replika, foto, dokumen, heraldika, berbagai jenis senjata, patung, meriam, bentuk evokatif dapur umum dalam suasana perang kemerdekaan 1945-1949. Tandu dan dokar (kereta kuda) yang pernah dipergunakan oleh Panglima Besar Jendral Soedirman juga disimpan di sini.

Nama Yogya Kembali dipilih dengan maksud sebagai tetenger (peringatan) dari peristiwa sejarah ditariknya tentara pendudukan Belanda dari ibukota RI Yogyakarta pada waktu itu, tanggal 29 Juni 1949. Hal ini merupakan tanda awal bebasnya bangsa Indonesia dari kekuasaan pemerintahan Belanda.


Didalam bangunan lantai dua terdapat sepuluh diorama perjuangan Phisik dan Diplomasi Bangsa Indonesia sejak 19 Desember 1948 hingga 17 Agustus 1949 dengan ukuran life-size melingkari bangunan monumen. Diorama diawali dengan Agresi Militer Belanda memasuki kota Yogyakarta dalam rangka menguasai kembali Replublik Indonesia pada tanggal 19 Desember 1948 dimana pengunjung bisa menyaksikan
miniatur pesawat-pesawat Belanda yang dibuat mirip dengan asli-nya. Apabila anda datang didampingi pemandu maka pemandu akan dengan senang hati menjelaskan kepada anda peristiwa sesungguhnya yang terjadi dimana pasukan Belanda yang dipimpin oleh Kapten Van Langen berhasil menguasai Lapangan Udara Maguwo (kini Adisucipto) pada pukul 08.00 dan mengadakan sapu bersih terhadap apa yang dijumpai sepanjang jalan menuju Kota Yogyakarta (Jalan Solo). Kurang lebih pukul 16.00 pasukan Belanda sudah menguasai seluruh kota Yogyakarta dan beberapa tempat-tempat penting lain seperti Istana Presiden (Gedung Agung) dan Benteng Vredeburg. Sejak itu perjuangan merebut kembali Negara RI dimulai.


Kesepuluh diorama disajikan dalam kronologis waktu sehingga memudahkan pengunjung untuk memahami urutan kejadian yang sebenarnya. Disini kita juga semakin memahami peran perjuangan Jenderal Soedirman yang waktu itu dengan kondisi kesehatan sangat lemah dan paru-paru sebelah tetap memaksakan diri ikut berjuang dengan cara gerilya walaupun Presiden Soekarno sudah memintanya untuk tinggal bersamanya saja. Diorama ini disajikan diawal-awal.


Ditengah-tengah diorama disisipkan juga adegan yang terkenal dengan sebutan Serangan Umum 1 Maret 1949 yang dipimpin oleh Letkol Soeharto yang memiliki tujuan politik, psikologis dan militer dimana bangsa Indonesia ingin mengabarkan pada dunia mengenai eksistensi-nya. Berita keberhasilan SU 1 Maret 1949 tersebut berhasil disebarluaskan melalui jaringan radio AURI dengan sandi PC-2 di Banaran, Playen, Gunung Kidul secara beranting hingga sampai ke Burma, India dan sampai kepada perwakilan RI di PBB.


Menjelang diorama terakhir kita bisa melihat akhir dari perjuangan panjang dan melelahkan bangsa dimana akhirnya tentara Belanda ditarik dari Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1949 dan Sri Sultan HB IX bertindak selaku koordinator keamanan yang mengawasi jalannya penarikan pasukan tersebut dan diakhiri dengan adanya Persetujuan Roem-Royen pada tanggal 7 Mei 1949.


Puas mendengarkan penuturan pemandu tentang sejarah perjuangan bangsa jangan lupa menyempatkan diri ke lantai tiga dari gedung monumen yang dinamakan Garbha Graha atau Ruang Hening. Dalam ruangan ini terdapat tiang bendera dengan bendera merah putih terpasang ditengah ruangan. Terdapat relief di dinding berupa gambar tangan yang dapat diartikan sebagai perjuangan phisik dan perjuangan diplomasi yang digambarkan dengan tangan memegang pena. Pemandu akan meminta pengunjung untuk menundukkan kepala dan berdoa sejenak bagi arwah para pahlawan yang gugur dalam mempertahankan kemerdekaan dapat diterima di sisi Tuhan sesuai dengan amal baktinya

Diolah dari berbagai sumber

Jangan lupa mengunjungi :

  1. http://www.wisatajogjakarta.com (sumber artikel)

0 komentar:

Posting Komentar